Sabtu, 14 Januari 2012

GERAKAN KOIN UNTUK RUMAH ADAT KARO


Tertatih Membangun Suah

Senin pagi, hari pertama 2012. Desa Melas di
 Kec. Dolatrayat, Tanah Karo, Sumatera Utara,
Senyap. Pintu-pintu rumah masih tertutup rapat. “Ini kan
masih tahun baru,” kata Saman Kemit, warga desa itu.

Majalah Tempo edisi 9-15 Januari 2012
SOETANA MONANG HASIBUAN
_____________________________

Ditengah rumah-rumah itu terdapat rumah siwaluh  jabu  atau suah . Tak seperti rumah lain yang tutup karena penghuninya baru begadang merayakan pergantian tahun, bangunan berarsitektur tradisional itu tutup karena memang tak berpenghuni. Inilah rumah asli Karo.

Pada 1920-an, 3 rumah suah  berdiri kokoh di desa itu. Rumah suah  merupakan bangunan yang tidak berkamar dan biasa dihuni delapan keluarga. Para penghuni tidur dilantai, hanya bersekatkan kain, sebagai pemisah antar keluarga. Dalam memasak, delapan keluarga dibagi menjadi empat kelompok, sehingga di suah  terdapat empat tungku.

Suah tidak memakai paku. Bulatan kayu dengan pahatan seadanya disatukan memakai potongan kayu lainnya dengan pasak. Penyangganya, 12 potongan kayu bulat setinggi satu meter, berdiri atas bongkahan batu alam. Meski telah berumur seratus tahun, pondasi berbahan kayu pengkih  belum lapuk.

Pada 1970-an, rumah suah tak lagi dihuni. Dua rumah ambruk. Satu rumah kini tertatih dalam proses penyelamatan, yang dilakukan oleh Gerakan Koin untuk Rumah Adat Karo sejak akhir 2009. “Kondisinya masih 50 persen,” kata Desnalri Sinulingga, Ketua Gerakan Koin. Bangunan diatas lahan 10 x 7 meter itu memang compang camping. Anak tangga berbahan bambu rusak. Beberapa bagian dinding juga bolong.

____________

Desember 2009, enam mahasiswa Fakultas Seni Rupa Universitas Negeri Medan tergugah melihat kondisi rumah suah, yang merupakan warisan budaya Tanah Karo. Desnalri Sinulingga, Sada Kata Ginting, Desthanta Permana Purba, Oky M Barus, Daniel Kacaribu, dan Sry Juita Ginting bersepakat untuk bertindak.    

Dari hasil inventarisasi mereka, masih terdapat dua puluh bangunan rumah adat yang tersisa. Namun hanya sedikit yang masih dihuni. Desa Melas dipilih sebagai proyek penyelamatan, meski hanya ada satu rumah yang tersisa disana. “Masyarakatnya masih orisinal, belum terpengaruh, “ kata Desnalri, member alas an.

Mulanya warga kurang antusias terhadap gerakan para mahasiswa kota tersebut. Namun setelah Gerakan Koin untuk Rumah Adat Karo dideklarasikan pada 29 Mei 2010, masyarakat tergerak. Bahkan seorang pemilik hutan bambu menyilakan mereka mengambil bambu secara gratis.

Desnalri dan teman-teman memang kesulitan. Dari berbagai upaya hanya terkumpul Rp.200 ribu. Baru setelah Desnalri yang saat itu Wakil Pemimpin Redaksi Tabloid Sora Sirulo, berdiskusi dengan para atasannya, jalan keluar terbuka. Hasilnya, terkumpul Rp. 6 juta. Kini proses restorasi masih berjalan, meski tertatih. “Target kami sudah harus selesai 2012 ini,” ujar Desnalri berjanji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar