Rabu, 13 November 2013

#PerlanjaSira

Pernah sekali kita bahas di twitter kita tentang kata yang ada di judul tulisan ini. #PerlanjaSira. Ada yang ingat?

Nama yang ada dari kisah dalam perjalanan masyarakat Karo, sebuah realita seperti namanya, "pengangkut" garam. Dalam masa yang jauh dari sekarang yang dipenuhi dengan kendaraan, masyarakat Karo yang ada di dataran tinggi Karo berhutang pada bahu-bahu Perlanja Sira. Perjalanan dari pesisir menuju pemukiman masyarakat Karo adalah perjalanan bukit lembah yang berulang-ulang dilintasi para Perlanja Sira. Sepenting apa garam bagi kehidupan?

Dengan menjawab sendiri di dalam hati, itulah yang diperjuangkan Perlanja Sira demi masyarakat Karo. Dengan jasanya mengantarkan hal yang penting bagi kehidupan itu juga, Perlanja Sira menjadi sebuah ingatan penting dalam peradaban suku Karo, ditambah lagi dengan diciptakannya karya menjadi karya sastra Perlanja Sira dalam cerita rakyat.

Kemudian, ada apa dengan Perlanja Sira?
Bukan sekadar cerita, namun cerita adalah harta, dasar untuk berproyeksi ke titik waktu yang akan kita jelang. Selanjutnya, masihkan relevan kisah mereka dengan apa yang mereka lakukan jika kita bahas dalam zaman yang sudah sangat jauh dengan kejadian para "pejuang" itu? Haruskah kita berjalan dalam jalur setapak yang bukan sekadar outbound ? Siapa yang mau?

Namun, intinya apa yang dilakukan Perlanja Sira yang bisa kita warisi?
Masa lalu sebagai modal, garam tak lagi langka bagi anak gunung, apa kini yang diperlukan untuk kita hantarkan?

Mungkin dalam waktu berdiskusi kita akan menemukan banyak hal yang bisa kita lanja untuk sesama kita. Pada jaman ini, salah satunya informasi. Dengan keterbatasan waktu kita tidak bisa mengalami dan mengetahui semua yang terjadi secara langsung. Namun, sekarang, media dan alat komunikasi hampir menghapus batas. Seperti ketiadaan garam, kita akan kekurangan, untuk kebutuhan aktualisasi diri kita membutuhkan informasi. Untuk Karo, biar tidak "kurang gizi".

 

Let's Practice, Aron!