Kamis, 01 Desember 2011

La Bagi Singketep Lacina

Bagi Singketep lacina...
(Seperti memakan cabai)

I je i ketep, i je tergejap serna.
(setelah dimakan, langsung terasa pedas)

Di hari pertama di bulan yang terakhir di tahun ini, ada beberapa yang menjadi pembicaraan kita di jambur kita tadi. Satu sisi, sangat beruntung bila situasi seperti ungkapan pembuka di atas. Tapi, ini tidak, La Bagi Singketep Lacina. Jumlah penderita HIV AIDS yang besar di Tanah Karo dan Terancam Punahnya Rumah Adat Karo merupakan bukti ada sesuatu kelalaian kita semua di masa-masa yang telah berlalu. Semacam sikap yang kita anggap menyenangkan baik dengan melakukan sesuatu yang buruk atau tidak melakukan sesuatu yang baik tapi tidak langsung terasa, secepat merasakan rasa dari makan cabai.

Kita bisa cari tahu, melihat dua hal yang disebutkan di atas tadi, dalam masa lalu kita ngapain aja. Kita di sini adalah semuanya, tak terkecuali, tak usah menyalahkan siapa-siapa dengan menilai orang tuanya yang tidak melestarikan dan mengajarkan ke generasi penerus, apalagi sekarang kita menyalahkan orang muda yang ga mau belajar dari pendahulu. Sekarang bukan saat yang tepat untuk mencari siapa yang salah.

Dua contoh berita ini hanyalah cuplikan kecil tentang kehidupan kita, bahwa ada yang La bagi ngketep lacina. Hasil dari yang kita lakukan bisa datang dengan tidak langsung, tapi merupakan akumulasi dari setiap yang kita lakukan hari demi hari. Terjangkit HIV bukan terjadi dalam sehari, hampir punahnya rumah adat Karo tidak akan terjadi dalam sebulan, tapi bertahun-tahun yang dipenuhi sikap ketidakpedulian kita untuk menjaganya. Semoga hal ini menjadi hal yang terakhir yang menjadi mimpi buruk buat kita, semoga tak akan ada lagi, cukup. Yang ada akan kita sayangi, yang rusak kita perbaiki.

Kiniseran kin ndube kite-kitena ku kesenangen, Ale...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar